Tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap insan pasti mempunyai rahasia-nya masing-masing yang sejatinya
tak ingin diketahui oleh orang lain, benar? Layaknya harta berharga, rahasia
merupakan kunci dari pintu gerbang jati diri dan sekaligus pribadi dari
seseorang. Bukan rahasia-nya melainkan tempat-nya, bukan cerita-nya melainkan
amanat-nya.
Yah, begitulah
rahasia yang lebih condong kearah subjektif.
Bukankah kita
pernah bercerita tentang diri masing-masing? Bersama keluarga, maupun sahabat
sebaya, mengenai masalah realita kehidupan hingga hubungan sosial.
Memulai membuka
cerita itu susah, apalagi tentang rahasia. Kadang orang lebih memilih diam dan
hanya sebagai pendengar daripada menjadi pembicara tetapi tak didengar. Sakit,
tapi melegakan. Bukankah kebanyakan orang berbicara seperti itu. Kuno.
Kadang terbisik tak adil jika hanya satu pihak yang bercerita. Tak adil
bukan?
Lalu, kepada siapakah kau bercerita? Dapat dipercayakah dia?
Pernah kubercerita
tentang suatu hal bersama 2 kawan lama, bukan hal besar tapi tetap rahasia.
Hingga ketika pada suatu saat hal tabu tersebut menjadi perbincangan diluar
zona aman. Ini sebagai contoh kecil, tak hanya saya. Oranglain pun juga merasa
hal sama. Sudah kubilang sebelumnya, bukan rahasia-nya melainkan tempat-nya,
bukan cerita-nya melainkan amanat-nya.
Kadang terbisik tak adil jika hanya satu pihak yang bercerita. Tak
adil bukan?
Pernah kulihat seseorang
memposting ini, tidak hanya satu, melainkan banyak sekali diwaktu yang berbeda.
“Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit
adalah berharap kepada manusia” (Ali Bin Abi Thalib ra.).
Kupikir begitulah
manusia. Penyesalan selalu datang atas izin Tuhan. Hingga dirasa kita seperti
ditamparan lewat sebuah gambaran. Tidak perlu berbentuk sajak, apalagi dengan
sebuah pemanis. Nyatanya, kata-kata sederhana lebih mudah dipahami untuk
manusia dominan otak kiri.
Yah, sejatinya
beginilah bercerita apalagi tentang rahasia.
Jadi, Apa
Rahasiamu?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus